Saat ini dunia perkeretaapian Indonesia sedang mengalami peningkatan yang luar biasa pesatnya. Ibarat panen raya, Kereta Api Indonesia sedang sibuk memetik buah hasil jerih payah merevitalisasi infrastruktur kereta api dalam beberapa tahun terakhir. Bermula dari berbagai permasalahan yang pelik, kini kereta api sudah memiliki wajah baru yang amat berbeda. Jika kita ingat, berbagai masalah seputar kereta api yang menjadi benang kusut misalnya, Stasiun Kereta Api yang kumuh dan rawan kejahatan, armada kereta api yang memprihatinkan, maraknya calo tiket kereta, jadwal kereta yang selalu tidak tepat waktu (on time performance buruk), dan masih banyak lagi. Berbagai masalah tersebut tak urung membuat KAI dirundung kerugian besar, misalnya pada tahun 2008 silam, PT KA tercatat merugi hingga Rp 85 miliar.
Akan tetapi Setelah dilakukan perombakan besar-besaran antara tahun 2009-2014, baik dari sistem internal manajemen perkeretaapian oleh KAI, maupun dari sarana dan infrastruktur jalur oleh Kemenhub, barulah terjadi perbedaan kontras. Stasiun dan toilet gratis yang amat bersih, peremajaan armada kereta api, sistem reservasi tiket online yang efisien dan efektif memberantas calo, serta ketepatan waktu perjalanan kereta yang makin dapat diandalkan, bahkan reaktivasi beberapa jalur KA yang telah lama non-aktif merupakan prestasi yang kita banggakan sebagai rakyat Indonesia. Pencapaian ini merupakan berkat sinergi seluruh pihak penyelenggara perkeretaapian, terutama PT KAI beserta Kementerian Perhubungan. Saat ini pelayanan kepada penumpang sudah sangat baik dan meningkat, dari segi keamanan juga sudah meningkat, karena kini Polsuska (Polisi Khusus Kereta Api) makin diberdayakan dan TNI juga dilibatkan untuk membantu dalam pengamanan.
Tingkat kecelakaan kereta api juga mulai menurun, pasca Tragedi Petarukan pada tahun 2010 antara kereta api Argo Bromo Anggrek (KA 4) yang menabrak Kereta Api Senja Utama Semarang (KA 116), hingga menewaskan 35 penumpang. PT KAI langsung melakukan pembenahan internal, dan Pemerintah RI, dalam hal ini Kementerian Perhubungan langsung merespon cepat, dengan melakukan realisasi proyek “Double Track” di jalur KA lintas pantura. Wamenhub waktu itu, Bambang Susantono, menjadi pionir dalam melaksanakan mega proyek jalur rel ganda sejauh ±727 km. Pola kerja yang efektif dan efisien dengan pembagian satuan kerja (satker), menjadikan pembangunan jalur KA oleh anak bangsa yang cukup lama dianggap sebagai mimpi, akhirnya benar-benar terwujud, kita tidak hanya memakai jalur KA warisan penjajah. Penurunan tingkat kecelakaan tersebut juga sebagai tindak lanjut dari Instruksi Menteri Perhubungan Nomor 1 Tahun 2013 tentang Rencana Aksi Peningkatan Keselamatan Transportasi.
Meskipun faktor bahaya internal telah menurun drastis, ternyata masih terdapat potensi bahaya tersembunyi, yakni bahaya eksternal yang berupa ancaman teror dalam perjalanan kereta api, seperti yang terjadi di Prancis, dimana seorang pria berkewarganegaraan Maroko yang diduga terlibat kelompok ekstrimis, melakukan teror senjata api di dalam kereta api supercepat Thalys rute Paris-Amsterdam. Hal ini mengkhawatirkan karena negara maju pun rentan terhadap serangan teror, apalagi di Indonesia yang juga kerap terjadi aksi terorisme berupa pengeboman dan sejenisnya. Peristiwa tersebut terkait dengan ketidakstabilan politik di Timur Tengah, dimana paham ekstrimis ISIS mulai merebak ke seluruh dunia. Simpatisan dari paham tersebut juga mulai mengancam negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Terakhir terjadi pengeboman di Bangkok, Thailand. Sehingga Indonesia pun harus segera bersiap menanggulangi ancaman-ancaman dari gerakan radikal tersebut.
Hingga saat ini sabotase jalur KA masih mengancam perjalanan kereta api, misalnya kasus terakhir yang terjadi di petak antara stasiun Sikampuh dan Stasiun Maos, Cilacap Jawa Tengah. Dalam peristiwa itu, petugas Juru Pemeriksa Jalur menemukan adanya bongkahan batu besar yang menghalangi di atas rel yang ada di tengah Bangunan Hikmat (BH), berupa jembatan. Padahal dalam waktu singkat, KA Lodaya dari Solo tujuan Bandung akan melintas. Peristiwa tersebut menjadi peringatan bahwasanya ancaman sabotase perjalanan kereta api masih mengancam, akan tetapi jenisnya sudah tidak konvensional dengan menggergaji jalur dengan motif kriminal pencurian, tetapi juga mulai bervariasi cara dan motifnya. Kini ancaman terorisme juga dapat menjadi “bom waktu” bagi keselamatan perjalanan kereta api.
Sebaiknya kita perlu segera menyadari dan mengantisipasi bahaya-bahaya tersebut, misalnya dengan pengamanan super ketat layaknya di bandara, serta beberapa contoh pengamanan dengan penerapan teknologi terkini lainnya, berikut ini adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan.
Pertama, pemasangan metal detector dan X-Ray di stasiun-stasiun penumpang. Untuk mencegah adanya penumpang yang membawa barang yang dilarang/berbahaya, maka sebaiknya dipasang peralatan untuk mendeteksi barang bawaan penumpang. Dimulai dari stasiun-stasiun besar, seperti Stasiun Gambir dan Stasiun Pasar Senen (Daop 1), Stasiun Bandung dan Stasiun Kiara Condong (Daop 2), Stasiun Cirebon Kejaksan dan Stasiun Cirebon Prujakan (Daop 3), Stasiun Semarang Tawang dan Stasiun Semarang Poncol (Daop 4), Stasiun Purwokerto (Daop 5), Stasiun Tugu Yogyakarta dan Stasiun Lempuyangan (Daop 6), Stasiun Madiun (Daop 7), Stasiun Surabaya Gubeng, Stasiun Surabaya Pasarturi, Stasiun Malang (Daop 8), Stasiun Jember dan Stasiun Banyuwangi Baru (Daop 9), Stasiun Medan-Stasiun Kertapati-Stasiun Tanjungkarang (Divre Sumatera). Adapun stasiun-stasiun lain, stasiun kelas II dan kelas III yang difungsikan untuk naik turun penumpang secara bertahap dipasang metal detector terlebih dahulu, sedangkan untuk stasiun besar maupun stasiun kelas I sudah harus melengkapi dengan X-Ray, sebagai percontohan keamanan bagi stasiun lain yang kelasnya masih berada dibawahnya. Setelah diberlakukaknnya sistem boarding di seluruh stasiun, X-Ray dan metal detector tersebut secara otomatis dapat difungsikan ketika para penumpang sedang melakukan proses pengecekan tiket dan identitas. Hal ini tentunya akan mencegah penumpang yang membawa barang berbahaya maupun yang dilarang untuk masuk ke dalam ruang tunggu untuk menaiki kereta, sehingga tidak akan mengancam keselamatan dan kenyamanan penumpang.
Kedua, melakukan pengawasan dan pengetatan keamanan di seluruh area vital bagi kereta api, baik yang digunakan untuk naik turun penumpang, misalnya dengan menutup area pinggiran stasiun yang bersebelahan dengan kawasan pemukiman kumuh, maupun di beberapa titik jalur yang dilalui kereta api. Setelah dilakukan penutupan, kemudian seluruh sudut-sudut penting dengan cctv untuk mengawasi pergerakan di area stasiun, apabila terdapat oknum yang mencurigakan beritikad buruk. Hal tersebut seperti yang dilakukan oleh satker pembangunan rel ganda area petak jalur Semarang-Bojonegoro, dalam melakukan pengawasan proyek. Pengawasan tersebut dilakukan melalui cctv yang dipasang dibeberapa titik dan dipusatkan pengawasannya di Stasiun Alastuwa, Semarang. Fungsi dari pengawasan ini, selain untuk mengawasi dari gangguan keamanan di stasiun-stasiun, juga dapat mengawasi di beberapa jalur KA yang rawan, baik dari bencana alam, masalah teknis, sabotase, maupun tindakan kriminal lainnya. Contoh dari ancaman bencana alam, misalnya di jalur kereta yang rawan longsor seperti petak Tasikmalaya-Cirahayu, dimana pernah terjadi longsoran yang mengakibatkan PLH tergulingnya Kereta Api Malabar rute Bandung-Malang yang menewaskan 3 orang penumpang. Atau jalur lain yang rawan longsor di petak Cilebut, Bogor. Adapun untuk mencegah sabotase, juga perlu dipasang di beberapa titik yang rawan, yakni sepanjang jalur di kawasan Daop 5 Purwokerto, serta jalur Divre Sumatera. Pengawasan dari melalui pemasangan cctv tersebut sekarang telah banyak digunakan, dan dalam pengawasan kereta api tersebut, sebaiknya dilakukan penginstalasian menyeluruh secara nasional, baik untuk Daerah Operasi (DAOP) di Pulau Jawa hingga Divisi Regional (Divre) Pulau Sumatera. Seluruh kamera pengawas tersebut diintegrasikan dalam suatu pusat pengawasan khusus sebagai sentral. Hal ini juga diharapkan mampu membantu komunikasi antara PPKA (Pemimpin Perjalanan Kereta Api), PK (Pusat Kendali), serta dengan masinis/awak yang mengemudikan kereta api, selain melalui radio komunikasi dan pemantauan GPS. Komunikasi dengan radio dan pantauan GPS dirasa kurang maksimal dalam memantau pergerakan kereta api secara visual dan riil.
Ketiga, memberdayakan kereta-kereta inspeksi yang sudah ada, misalnya KAIS Wijayakusuma, Sindoro, atau beberapa Lori Motor. Biasanya beberapa kereta inspeksi tersebut digunakan untuk mengawal pejabat negara, misalnya Presiden dan Wakil Presiden RI yang sedang berdinas dengan kereta api. Dalam kesehariannya kereta-kereta inspeksi memang digunakan untuk melakukan pengawasan keseluruh penjuru jalur kereta. Adapun sebaiknya kereta-kereta tersebut juga dipasang sensor elektrik sebagai pendukung sweeping jalur KA selain Juru Pemeriksa Jalur rel (JPJ) untuk mencegah sabotase ditengah perjalanan. Sensor yang dipasang adalah sensor untuk mendeteksi rintangan di jalur KA yang secara reguler dilalui oleh kereta berjadwal. Rintangan yang dapat dideteksi tersebut misalnya jalur yang rusak/putus, gangguan persinyalan, malfungsi wesel, dan tentunya adalah detektor dari sabotase maupun aksi teror lainnya.
Keempat, melakukan pengamanan angkutan barang/kargo yang kini makin diminati oleh pelanggan dan pelaku usaha logistik. Kereta api melalui anak perusahaannya, yakni KALOG (Kereta Api Logistik) serta beberapa perusahaan kargo swasta lainnya mulai mengandalkan layanan angkutan barang kereta api. Hal ini juga mendapat respon positif dari KAI dengan membeli banyak rangkaian gerbong kargo buatan PT.INKA, yakni kereta B1 Bagasi. Kereta bagasi selain dirangkaikan dengan kereta api penumpang jarak jauh, juga dijadwalkan secara khusus dengan kereta yang seluruh rangkaiannya merupakan gerbong bagasi (B1), dikenal dengan nama kereta parcel “One Night Services” (ONS). Muatan kargo sebaiknya perlu dicek secara serius agar kereta api tidak mengangkut barang yang membahayakan. Dikhawatirkan pihak yang ingin menebar teror mengirimkan barang yang berbahaya, semisal bahan peledak di gerbong barang/kargo.
Kelima, perlu dilakukan pengadaan sistem persinyalan elektrik secara nasional. Persinyalan harus segera dielektifikasi seluruhnya seperti yang terdapat di jalur kereta api di pantai utara Jawa. Beberapa waktu lalu untuk menunjang jalur ganda di pantai utara Jawa tersebut, Dirjen Perkeretaapian memasang persinyalan elektrik buatan PT.LEN Indonesia. Persinyalan elektrik tersebut merupakan buatan anak bangsa, asli Indonesia, hal tersebut merupakan cerminan positif dalam menggunakan produk teknologi dalam negeri. Urgensi dari penggunaan sinyal elektrik tersebut adalah supaya perjalanan kereta api aman dari gangguan teknis yang kerap terjadi, maupun upaya sabotase.
Selain beberapa upaya tesebut, masih banyak upaya inovasi lain untuk membuat perjalanan kereta api aman dan nyaman. Secara garis besar, seharusnya kereta api kita harus segera mempersiapkan diri dari segala ancaman yang ada, terutama ancaman aksi terorisme. Kita jangan hanya puas dengan pencapaian dari perbaikan kinerja manajemen perkeretaapian, atau hanya membahas infrastruktur pendukung yang bersifat operasional. Kepercayaan pengguna jasa kereta api yang kini telah dalam puncaknya, jangan sampai menjadi hilang sekejap karena terjadi insiden kereta api. Apalagi insiden yang terjadi disebabkan oleh gangguan terorisme, mengingat saat ini dampak dari gejolak politik dan keamanan di Timur Tengah sedang mengancam negara-negara di kawasan Asia-Eropa. Euforia yang sedang dibangun oleh otoritas dan insan perkeretaapian di Indonesia, seperti wacana pembangunan jalur KA di luar jawa (di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua) oleh Pemerintah RI, atau wacana pembangunan kereta api cepat yang masih menjadi pro-kontra, juga harus diikuti dengan upaya mitigasi dari ancaman gangguan dan kecelakaan kereta api. Tak lupa, unsur-unsur yang mendukung pembangunan infrastruktur keamanan tersebut juga melibatkan partisipasi anak bangsa. Karya-karya atas inovasi yang dilahirkan oleh tangan-tangan anak negeri juga tidak kalah saing dengan teknologi asing yang harus kita impor dengan biaya yang cukup mahal. Salah satu bukti teknologi kita cukup canggih dalam dunia kereta api adalah dengan adanya lokomotif baru buatan INKA yang sangat canggih, yakni Lokomotif Seri CC 300. Kementerian Perhubungan pun telah memesan dua unit untuk operasional kedinasan. PT KAI pun diharapkan juga segera memesan lokomotif tersebut, agar bangsa ini makin kreatif dalam melakukan riset dan inovasi teknologi. Kembali ke pokok pembahasan, baiknya kita segera mengantisipasi ancaman teror terhadap kereta api, sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti pepatah “mencegah lebih baik daripada mengobati”. Semoga dunia perkeretaapian Indonesia semakin aman, nyaman, dan membanggakan.
(Surabaya, Oktober 2015)
Penulis: Reno Surya Rindiatama (Pemerhati Transportasi Indonesia)